Advertisement

CURHAT LENGKAP MESUT OZIL: Apakah karena Saya Muslim sehingga Saya Dikambinghitamkan?

Budi Cahyana
Selasa, 24 Juli 2018 - 06:25 WIB
Budi Cahyana
CURHAT LENGKAP MESUT OZIL: Apakah karena Saya Muslim sehingga Saya Dikambinghitamkan? Mesut Ozil - Reuters/Michael Dalder

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Mesut Ozil melawan, semampu yang dia bisa, meski dia harus menutup tirai panggung sepak bola internasional dengan cemoohan dan kontroversi.

Ozil pensiun sebagai pemain Dia Mannschaft sambil meluncurkan pukulan telak kepada petinggi Federasi Sepak Bola Jerman dan membelejeti hipokrisi Lothar Mattahus, legenda Jerman yang sangat sering mengungkapkan ketidaksukaannya kepada Ozil.

Advertisement

Dia mengunggah pernyataan di akun Twitter, Minggu (22/7/2018), berisi ketidaksukaannya terhadap rasisme dan xenophobia. Sasarannya adalah kelompok sayap kanan Jerman yang dan mereka yang diskriminatif terhadap imigran dari Turki.

Pertandingan Ozil bersama Jerman adalah kekalahan 0-2 dari Korea Selatan di Piala Dunia 2018. Pemain dengan 92 caps internasional (16 di antaranya di Piala Dunia) dan 23 gol itu adalah elemen penting dalam kejayaan jerman di Brasil empat tahun lalu. Belakangan, dia menjadi bulan-bulanan publik dan Ozil tentu saja berhak membela.

Sebelum turnamen empat tahunan itu dimulai di Rusia, gelandang serang 29 tahun ini menjadi sasaran kritik karena bersama Ilkay Gundogan dan Cenk Tosun berfoto dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto ini menimbulkan kontroversi. Musababnya, Erdogan punya rekam jejak yang buruk terhadap penghormatan nilai-nilai demokrasi. Ozil dan Gundogan dibanjiri kritik. Gundogan langsung menjawab kritik itu dan menegaskan dia berkomitmen penuh terhadap nilai-nilai yang dipegang masyarakat Jerman, dan fotonya bersama Erdogan sama sekali tak mengandung niat politis.

Ozil, yang sejak lama kurang akrab dengan media memilih bungkam, dan baru membuat pernyataan satu bulan setelah polemik itu bergulir kencang di Jerman.

Pernyataan Ozil di akun Twitter diunggah dalam tiga bagian, berselang masing-masing dua dan lima jam. Unggahan pertama menjelaskan alasannya bertemu dan berfoto dengan Erdogan. Unggahan kedua tentang standar ganda orang-orang penting di sepak bola Jerman dan perlakuan menyakitkan yang dia terima. Unggahan ketiga tentang perlawanannya terhadap rasisme, yang dia sampaikan secara emosional sembari mengutuk beberapa politisi sayap kanan Jerman.

Kalimat yang dicetak miring dan ditempatkan di dalam kurung adalah konteks yang kami pakai untuk melengkapi pernyataan salah satu pemain paling berpengaruh di Timnas Jerman ini dalam satu windu terakhir. Kalimat yang dicetak tebal sesuai dengan yang Ozil tulis di Twitter.

I Bertemu Presiden Erdogan

“Saya telah merenungkan kejadian beberapa bulan lalu. Saya ingin menyampaikan perasaan dan pendapat saya tentang apa yang terjadi.

Seperti kebanyak orang, leluhur saya berasal dari banyak negara. (Kantor Statistik Federal Jerman menyebut pada 2016, 18.6 juta atau 22,5% populasi Jerman, berlatar belakang imigran generasi pertama dan kedua. Penjelasan tentang imigran generasi pertama dan kedua bisa Anda baca di sini. Mayoritas imigran di Jerman berasal dari Timur Tengah dan Eropa Timur.)

Saya lahir dan tumbuh di Jerman (Ozil lahir di Gelsenkirchen, Jerman Barat, 15 Oktober 1988. Dia adalah generasi ketiga imigran Turki di Jerman), sedangkan keluarga saya punya akar di Turki (Keluarga Ozil bersal dari Devrek, Zonguldak, wilayah di Turki bagian barat laut). Saya memiliki dua hati, satu Jerman dan satu Turki. Saat saya kecil, Ibu saya selalu memberikan wejangan agar saya selalu menaruh hormat dan tidak melupakan dari mana saya berasal, dan nilai ini saya pegang sampai sekarang.

Pada Mei, saya bertemu Presiden Erdogan di London untuk acara amal dan pendidikan. Kami bertemu kali pertama pada 2010 setelah dia dan Angela Merkel (Kanselir Jerman) melihat pertandingan Jerman melawan Turki di Berlin. Sejak itu, kami sering bertemu. Saya sadar foto itu memancing reaksi besar di media Jerman. Mungkin beberapa orang menuduh saya bohong, tetapi foto tersebut tak punya muatan politik. (Foto Ozil, Gundogan, Erdgogan, dan Cenk Tosun dimuat dalam akun Twitter partai pendukung Erdogan dan Ozil, Erdogan, serta Tosun dituduh menyokong Erdogan untuk kembali memenangi Pemilu Turki. Gundogan harus membayar mahal. Dia dicemooh saat Jerman bermain melawan Arab Saudi dan Austria dalam pertandingan pemanasan menjelang Piala Dunia 2018. Gundogan kemudian memberikan klarifikasi bahwa foto tersebut tak mengandung muatan politik. Manajer Timnas Jerman Oliver Bierhoff dan pelatih Jerman Joachim Low mengecam penonton yang menyoraki Gundogan dan meminta semua khalayak Jerman mendukung Die Mannschaft di Piala Dunia 2018).

Sebagaimana saya katakan, ibu saya tak ingin saya memutus hubungan dengan leluhur kami dan tradisi keluarga. Bagi saya, berfoto bersama Presiden Erdogan tak ada hubungannya dengan politik atau pemilu. Ini adalah bentuk penghargaan saya terhadap pemimpin negara tempat keluarga saya berasal. Saya adalah pemain bola, bukan politikus. Pertemuan kami bukan kampanye untuk kepentingan politik apa pun. Kami berbicara tentang topik yang selalu kami perbincangkan saat bertemu: sepak bola. Dia (Erdogan) adalah pemain bola saat muda.

Jika saya tidak menemui Presiden (Erdogan), artinya saya tidak menghormati leluhur saya, yang selalu merasa bangga dengan keberadaan saya saat ini. Saya yakin, baik Ratu maupun Perdana Menteri Theresa May punya rasa hormat secara politik ketika mereka menjamu Erdogan di London (Theresa May dan Ratu Elizabeth menemui Erdogan pada 15 Mei 2018 untuk membicarakan penanggulangan terorisme dan hubungan ekonomi kedua negara setelah Brexit).

Apakah itu Presiden Turki atau Jerman, saya tak menganggapnya berbeda. Barangkali ini sulit sulit dipahami karena di banyak masyarakat, pemimpin politik tak bisa dipisahkan dari sosok individu. Namun kasus ini berbeda. Saya akan tetap berfoto (bersama Erdogan), tak peduli apakah pertemuan itu dilangsungkan sebelum pemilu atau setelah pemilu (Erdogan akhirnya memenangi Pemilu Turki pada Juni).”

II Media & Sponsor

“Saya adalah pesepak bola yang pernah bermain di tiga liga terbaik di dunia (Ozil mengawali karier di klub kota kelahirannya, Schalke, sebelum pindah ke Bremen, Madrid, dan kini membela Arsenal). Saya beruntung karena mendapat dukungan besar dari rekan setim dan staf kepelatihan selama saya main di Bundesliga, La Liga, dan Liga Premier. Sepanjang karier, saya belajar bagaimana menghadapi media (Ozil bukan termasuk pesepak bola yang ramah terhadap media. Dia jarang memberikan wawancara selepas pertandingan).

Banyak orang membicarakan performa saya, dengan pujian dan kritikan. Jika surat kabar atau pengamat menemukan kesalahan saat saya bermain, saya bisa menerimanya. Saya bukan pesepak bola yang sempurna dan kritik seperti itu saya pakai sebagai motivasi untuk berlatih lebih keras. Tetapi saya tidak bisa menerima ketika media Jerman berulang kali menyebut identitas dan asal muasal saya dan kemudian menyederhanakannya sebagai alasan di balik penampilan buruk Jerman di Piala Dunia 2018.

Koran-koran tertentu di Jerman menggunakan latar belakang keluarga saya dan foto bersama Presiden Erdogan sebagai propaganda sayap kanan demi kepentingan politik mereka. Mengapa mereka tidak memakai foto dan nama saya saja untuk menjelaskan kegagalan di Rusia? Mereka tidak mengkritik permainan saya, mereka tidak mengkritik permainan tim, mereka hanya mengkritik leluhur Turki yang saya miliki. Ini sudah melanggar batas. Koran-koran mengarahkan seluruh bangsa Jerman untuk melawan saya.

Saya sangat kecewa dengan standar ganda media Jerman. Lothar Matthaus (kapten kehormatan Timnas Jerman, karena dia membawa Jerman Barat meraih trofi Piala Dunia 1990) bertemu dengan pemimpin dunia beberapa hari lalu, dan sama sekali tak ada kritik terhadap dia (Matthaus bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin saat Piala Dunia 2018 berlangsung. Dia juga berfoto bersama Putin. Putin, sebagaimana Erdogan, dipandang sebagai pemimpin yang kurang menghargai demokrasi, dengan tingginya catatan pelanggaran hak asasi manusia di Rusia).

Di luar peran Matthaus untuk DFB dan Timnas Jerman (Matthaus ditunjuk sebagai duta DFB. Dia salah satu pengkritik paling keras terhadap Ozil. Sebelum Piala Dunia dimulai, Mattahus menulis kolom yang menyebut Ozil bakal pensiun setelah Piala Dunia 2018. Dia juga menuduh Ozil tak punya gairah bermain untuk Timnas Jerman), mereka tidak pernah memintanya untuk menjelaskan di depan khalayak tentang tindakannya. Dia tetap menjadi duta Jerman dan tak mendapat teguran sama sekali. Jika media meminta saya tak dimasukkan dalam skuat Piala Dunia 2018, seharusnya media juga memintanya dicopot sebagai kapten kehormatan Jerman. Apakah darah Turki yang mengalir di tubuh saya membuat saya jadi sasaran empuk?

Saya selalu berpikir bahwa “kemitraan” berarti dukungan, dalam masa-masa sulit maupun senang. Beberapa waktu lalu, saya berencana mengunjungi bekas sekolah saya di Berger-Feld di Gelsenkirchen, bersama dua partner saya di badan amal. Saya mendanai proyek satu tahun untuk anak-anak imigran agar anak-anak dari keluarga miskin bisa bermain dengan anak-anak lain dan belajar hidup bersama dalam sebuah masyarakat.

Namun, beberapa hari sebelum kunjungan, mitra saya mengatakan dia tak mau bekerja sama dengan saya untuk saat ini. Sekolah yang saya bantu juga memberi tahu saya bahwa mereka tak ingin saya datang karena takut dengan media menyusul foto saya dengan Presiden Erdogan. Mereka takut terutama dengan kelompok sayap kanan yang sedang tumbuh di Gelsenkirchen. Ini sangat menyakitkan. Saya adalah murid di sekolah itu saat kecil dan sekarang saya merasa dicampakkan dan tak diinginkan.

Ada lagi. Partner saya yang lain juga mengundurkan diri. Mereka menjadi sponsor DFB (Federasi Sepak Bola Jerman). Saya diminta untuk ambil bagian dalam video promosi Piala Dunia. Setelah saya berfoto dengan Presiden Erdogan, mereka meminta saya keluar dari kampanye Piala Dunia dan membatalkan semua promosi yang sudah dijadwalkan. Mereka tak ingin lagi terlihat bersama saya. Ini sangat ironis karena Menteri Jerman menyatakan produk mereka ilegal dan menggunakan software tidak sah yang membahayakan pelanggan. Ratusan produk mereka ditarik dari pasar. (Salah satu sponsor DFB adalah Mercedes. Bulan lalu, sebagaimana dilansir Reuters, Kementerian Transportasi Jerman menyatakan software yang tidak sah dipasang di 774.000 mobil Mercedes-Benz yang sudah kadung dijual di Eropa)

Saat saya selalu dikritik oleh DFB, tak ada penjelasan resmi tentang sponsor DFB. Kenapa coba? Apakah salah jika saya menganggap kecerobohan mereka lebih buruk ketimbang berfoto bersama Presiden negara tempat keluarga saya berasal? Apa pendapat DFB tentang semua ini?

Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, mitra harus selalu bersama dalam segala situasi. Adidas, Beats, dan BigShoe sangat loyal dan mengagumkan. Mereka mengabaikan omong kosong yang diciptakan media Jerman dan kami meneruskan proyek bersama yang sangat saya nikmati. Selama Piala Dunia, saya bekerja bersama BigShoe dan membantu 23 anak-anak menjalani operasi di Rusia, seperti yang sudah saya lakukan di Brasil dan Afrika. Menurut saya, ini hal terpenting yang bisa saya lakukan sebagai pesepak bola dan media sama sekali tak menaruh perhatian. Bagi mereka, jauh lebih penting saya dicemoooh atau berfoto bersama Presiden ketimbang membantu anak-anak di berbagai penjuru dunia menjalani operasi yang bisa menyelamatkan nyawa mereka.

III DFB

Bagian Pertama

“Persoalan yang sangat merisaukan saya dalam beberapa bulan terakhir adalah sikap tidak adil DFB, terutama Presiden DFB Reinhard Grindel. Setelah foto bersama Presiden Erdogan tersebar, saya diminta pelatih Joachim Low untuk pergi ke Berlin dan membuat pernyataan bersama untuk menyudahi polemik. Saat saya mencoba menjelaskan kepada Grindel tentang asal usul leluhur saya sebagai alasan di balik foto tersebut, dia malah berbicara tentang pandangan politiknya dan meremehkan pendapat saya. Toh, kami sepakat untuk berkonsentrasi di sepak bola dan Piala Dunia. Ini yang menyebabkan saya tak menghadiri jumpa pers selama persiapan Piala Dunia (Ozil sama sekali tak berbicara kepada wartawan selama Jerman menjalani pemusatan latihan di Italia). Saya tahu wartawan akan membicarakan politik dan bukan sepak bola. Mereka akan menyerang saya dan untungnya Oliver Bierhoff bisa meredam persoalan itu dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi sebelum uji coba menghadapi Arab Saudi di Leverkusen.

Saya juga bertemu dengan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmer. Tidak seperti Grindel, Presiden Steinmeier lebih profesional dan tertarik dengan apa yang saya kemukakan tentang keluarga, leluhur, dan keputusan saya.

Saya ingat, pertemuan itu hanya melibatkan saya, Ilkay (Gundogan), dan Presiden Steinmeier. Grindel kecewa karena dia tak diizinkan ikut sehingga tak bisa menyarakan agenda politiknya. Saya setuju dengan Presiden Steinmeier. Kami harus membuat pernyataan bersama tentang masalah ini agar bisa fokus ke sepak bola. Tetapi Grindel kecewa karena bukan dia yang merilis pernyataan. Dia kesal karena Kantor Pers Kepresidenan mengambil alih persoalan ini.

Sejak Piala Dunia berakhir, Grindel tertekan karena keputusan yang dia ambil sebelum turnamen dimulai. Belakangan, dia bilang saya kembali harus menjelaskan tindakan saya dan menyalahkan saya atas hasil buruk di Rusia, padahal di Berlin dia bilang masalah ini telah berakhir.

Sekarang saya berbicara bukan untuk memenuhi permintaan Grindel, tetapi karena saya memang ingin mengungkapkan sesuatu.

Saya tak sudi menjadi kambing hitam atas ketidakcakapan dan ketidakmampuannya menjalankan tugas secara becus. Saya tahu dia ingin saya keluar dari tim setelah skandal foto tersebut dan mengumbar pandangannya di Twitter tanpa berpikir panjang atau berkonsultasi dengan orang lain.

Joachim Low dan Oliver Bierhoff selalu mendukung saya. Tetapi, di mata Grindel dan pendukungnya, saya adalah orang Jerman ketika kami menang, dan berubah menjadi imigran ketika kami kalah. (Ini adalah persoalan yang menghantui banyak imigran di Eropa. Striker Belgia Romelu Lukaku juga mengeluh karena dia dipuji sebagai orang Belgia saat bermain bagus, tetapi disibir sebagai keturunan Kongo ketika bermain buruk).

Meski saya membayar pajak di Jerman, menyumbang untuk fasilitas pendidikan di Jerman, dan memenangi Piala Dunia bersama Jerman pada 2014, saya tetap tidak diterima di masyarakat. Saya diperlakukan sebagai “liyan”.

Saya menerima Bambi Award pada 2010 sebagai contoh sukses integrasi masyarakat Jerman. Saya menerima Silver Laurel Leaf pada 2014 dari Republik Federasi Jerman dan saya adalah Duta Sepak Bola Jerman pada 2015. Jadi kenapa saya masih dianggap bukan orang Jerman? Adakah kriteria yang tak bisa saya penuhi sehingga saya dianggap bukan sepenuhnya Jerman?

Teman saya, Lukas Podolski dan Miroslav Klose, tak pernah disebut sebagai Jerman-Polandia, jadi kenapa saya disebut Jerman-Turki? Apakah karena faktor Turki? Apakah karena saya muslim? Saya pikir ini isu penting. Disebut sebagai Jerman-Turki jelas membeda-bedakan orang yang punya keluarga dengan latar belakang lebih dari satu negara. Saya lahir dan dididik di Jerman, jadi kenapa orang-orang tidak mau menerima bahwa saya adalah orang Jerman?

Bagian Kedua

Opini seperti yang disampaikan Grindel banyak berseliweran di mana-mana. Bern Holzhauer (politikus Jerman) menyebut saya “kambing s**lan” karena saya berfoto dengan Presiden Erdogan dan karena latar belakang Turki yang saya miliki. Werner Steer (Direktur German Theater) meminta saya pergi ke Anatolia, tempat yang menjadi asal kebanyakan imigran Turki. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kritik kepada saya karena latar belakang keluarga sangat melampaui batas dan memakai diskriminasi semacam itu sebagai propaganda politik hanya bisa dilakukan orang-orang yang tak punya rasa hormat. Orang-orang ini memakai foto saya bersama Presiden Erdogan untuk mengekspresikan tendensi rasisme mereka dan ini berbahaya bagi masyarakat. Mereka tak lebih baik dari fans Jerman yang mengumpat kepada saya setelah laga melawan Swedia, menyebut saya sebagai “ta*i dari Turki, pergi kau babi Turki”.

Saya tak ingin membicarakan surat yang sarat kebencian, ancaman melalui ponsel, atau komentar di medsos yang diterima saya dan keluarga. Mereka mewakili Jerman pada masa lalu, Jerman yang tak terbuka dengan kebudayaan baru, Jerman yang tidak saya banggakan. Saya hakulyakin mayoritas orang Jerman yang menerima keberadaan masyarakat yang terbuka akan setuju dengan pendapat saya. (Jerman pernah punya pengalaman buruk tentang fasisme yang berujung genosida orang-orang Yahudi)

Untuk Anda, Reinhard Grindel, saya kecewa tetapi tak terkejut dengan tindakan Anda. Pada 2004 saat Anda menjadi anggota Parlemen Jerman, Anda bilang bahwa, “multikulturalisme kenyataannya adalah mitos dan kebohongan yang kekal.” Anda menentang legislasi kewarganegaraan ganda dan hukuman untuk suap. Anda juga bilang kebudayaan Islam semakin mendarah daging di kota-kota di Jerman. Ini jelas tak bisa dimaafkan dan dilupakan (Ironisnya, Grindel adalah politikus dari CDU, partai liberal konservatif. Pada 2013, dia menjadi anggota kelompok parlemen yang menangani integrasi imigran di Jerman).

Perlakuan yang saya terima dari DFB dan banyak orang membuat saya tak ingin lagi memakai kaus Tim Nasional Jerman. Saya merasa tak diinginkan dan berpikir bahwa apa yang saya raih sejak melakoni debut bersama Tim Nasional pada 2009 sudah dilupakan (Selain membawa Jerman menjadi juara dunia 2014, Ozil dianugerahi gelar pemain terbaik Timnas Jerman 2011, 2012, 2013, 2015, dan 2016. Debut internasionalnya adalah melawan Norwegia pada 11 Februari 2009). Orang-orang rasis seharusnya tak boleh bekerja di federasi sepak bola terbesar dunia yang memiliki pemain dengan leluhur beragam. Tingkah mereka tidak mencerminkan pemain-pemain yang mewakili mereka.

Setelah menimbang masak-masak, dengan berat hati saya putuskan tak ingin bermain untuk Jerman di level internasional selama saya masih diperlakukan secara tidak hormat dan rasis.

Saya pernah sangat bangga dan bersemangat memakai jersey Jerman, tetapi sekarang tak lagi merasakan gelora yang sama. Keputusan ini sangat sulit. Saya selalu memberikan segalanya untuk rekan-rekan setim, staf kepelatihan, dan orang-orang baik di Jerman. Tetapi ketika pejabat teras DFB memperlakukan saya seperti ini, melecehkan akar Turki yang saya miliki dan secara egois memanfaatkan saya untuk propaganda politik, maka cukup sudah. Bukan untuk hal ihwal seperti ini saya bermain bola. Saya tak akan diam. Rasisme harus benar-benar disingkirkan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

MotoGP Portugal 2024: Bagnaia Buka Suara Terkait Insidennya dengan Marc Marquez

Olahraga
| Senin, 25 Maret 2024, 09:37 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement